Friday 19 September 2014

Menghadapi MEA, Indonesia Bisa Andalkan Buah Tropika

     Indonesia dan negara negara yang tergabung dalam ASEAN lainnya tinggal menghitung bulan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA. Setiap negara akan bebas masuk ke negara kelompok ASEAN tersebut untuk melakukan perdagangan. MEA ini akan membebaskan warga negaranya yang tergabung dalam ASEAN untuk saling keluar masuk di negara ASEAN tersebut, bergabung dalam menghidupkan perdagangan dan perekonomian di negara tersebut. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, teknologi dan bahan baku yang ada di negara tergabung akan saling keluar masuk dan bebas berinteraksi untuk mewujudkan MEA tersebut. Pada akhir tahun 2015 MEA akan resmi dilaksanakan. Mau ga mau dan siap ga siap kita sebagai salah satu anggota negara yang sudah menyetujui akan perjanjian tersebut sehingga kita harus siap dan mau bersaing dengan SDM negara negara ASEAN yang akan masuk ke Indonesia.

     Disini saya akan memulai untuk mempersiapkan bekal kita bersama sebagai bangsa Indonesia untuk menghadapi MEA. Bekal yang ingin saya ingatkan kembali dan berkali-kali adalah bidang pertanian. Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Pada tulisan kali ini saya akan mengajak kita bersama untuk mengingat akan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Potensi yang ingin kita lirik adalah potensi buah tropis yang ada di Indonesia. Kementerian Lingkungan hidup 2007 memaparkan bahwa masyarakat indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 450 jenis buah buahan. Jenis mangga manalagi, jeruk medan, nenas, kelengkeng, salak pondoh, rambutan, durian, buah naga, apel malang, anggur probolinggo dan manggis merupakan bagian dari jenis buah tropis Indonesia yang banyak diketahui oleh masyarakat umum dan banyak beredar di pasaran Indonesia dan Negara ASEAN lainnya.
     Potensi buah tropis tersebutlah yang akan menjadi salah satu bekal kita untuk menghadapi MEA di akhir tahun depan. Tujuan MEA nantinya adalah untuk menghilangkan hambatan tarif perdagangan antarnegara. Walaupun demikian, tidak secara otomatis produk pertanian atau buah tropis antarnegara bebas diperdagangkan. Ada standar kualitas dan higienitas yang menjadi acuan dan kesepakat bersama yang bisa menjadi benteng dari serbuan buah tropika lainnya yang berasal dari negara negara ASEAN lainnya. Dengan kata lain Indonesia harus siap memperhatikan bagaimana perawatan buah yang baik untuk meningkatkan kualitas buah dan mengetahu pengemasan yang baik demi menjaga higienitas dari buah tersebut. Intinya, kita punya buah tropis tersebut dan kedepan kita juga harus mengedepankan kualitas dan higienitas dari buah tropis tersebut sehingga kita bisa mengandalkannya untuk menghadapai MEA nantinya. (AES).

Tuesday 16 September 2014

Beras Diabetes Atau Beras Analog Sebagai Beras Masa Depan

     Kebanyakan warga Indonesia pastinya memakan nasi sebagai makanan pokoknya. Ketika orang indonesia sudah makan roti atau makan makanan lainnya pasti kebanyakan dari mereka belum merasakan makan jika mereka belum memakan nasi atau beras. Budaya yang sudah mendarah daging sejak dahulu memang sangat sulit dan membutuhkan usaha yang lebih untuk merubahnya dan mengarahkan budaya makan tersebut ke pola makan yang lebih sehat lagi. Sebelum kita bahas lebih lanjut lagi tentang beras, mari kita lihat dulu bagaimana data tentang beras di Indonesia.
     Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras atau nasi di Indonesia setiap tahunnya adalah 34,75 juta ton. Pastinya banyaknya konsumsi tersebut disebabkan oleh budaya makan nasi dari masyarakat Indonesia Sedari dulu. Kita ketahui nasi memiliki karbohidrat tinggi dan tentunya dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia. Kadar karbohidrat nasi yang banyak dalam tubuh ternyata cendrung menyebabkan penyakit diabetes. Beras yang kita masak dan konsumsi selama ini ternyata lebih cendrung menimbulkan diabetes apalagi kita ketahui kebanyakan dari sifat atau budaya makan kita jarang sekali memperhatikan akan kadar atau besaran karbohidrat dan protein dalam makanan kita. Beberapa kelompok atau pengiat yang selalu mengkampanyekan diabetes menyarankan untuk membatasi mengkonsumsi karbohidrat dari beras. Beras diabetes itulah sebutannya jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya apalagi kita melupakan pola kesehatan kita yang tidak teratur.
   
     Beras pemicu diabetes tersebut dapat kita siasati dengan mengonsumsi beras analog. Sebelum saya cerita lanjut, saya ingin menyampaikan singkat tentang arti beras analog tersebut. Beras analog merupakan salah satu rekayasa teknologi dalam pangan yang dapat mengubah bahan pangan bukan padi menjadi bentuk yang menyerupai beras dengan menggunakan mesin ekstruder. Bahan pangan bukan padi yang dimaksud adalah seperti jagung, singkong, ubi jalar, sorgum dan sebagainya. Bantuan rekayasa teknologi ekstruder tersebut dapat mengatur kadar karbohidrat pada beras analog tersebut. Bentuk yang menyerupai beras tersebut dapat membantu kita secara psikologis bahwa kita sudah makaan nasi, yang mana kebanyakan dari kita warga Indonesia yang selalu makan nasi dalam pola hidupnya. tentunya dengan rekayasa teknologi pangan tersebut tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarahkan dan mengubah beras analog ini sebagai beras untuk generasi masa depan.

Friday 19 September 2014

Menghadapi MEA, Indonesia Bisa Andalkan Buah Tropika

     Indonesia dan negara negara yang tergabung dalam ASEAN lainnya tinggal menghitung bulan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA. Setiap negara akan bebas masuk ke negara kelompok ASEAN tersebut untuk melakukan perdagangan. MEA ini akan membebaskan warga negaranya yang tergabung dalam ASEAN untuk saling keluar masuk di negara ASEAN tersebut, bergabung dalam menghidupkan perdagangan dan perekonomian di negara tersebut. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, teknologi dan bahan baku yang ada di negara tergabung akan saling keluar masuk dan bebas berinteraksi untuk mewujudkan MEA tersebut. Pada akhir tahun 2015 MEA akan resmi dilaksanakan. Mau ga mau dan siap ga siap kita sebagai salah satu anggota negara yang sudah menyetujui akan perjanjian tersebut sehingga kita harus siap dan mau bersaing dengan SDM negara negara ASEAN yang akan masuk ke Indonesia.

     Disini saya akan memulai untuk mempersiapkan bekal kita bersama sebagai bangsa Indonesia untuk menghadapi MEA. Bekal yang ingin saya ingatkan kembali dan berkali-kali adalah bidang pertanian. Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Pada tulisan kali ini saya akan mengajak kita bersama untuk mengingat akan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Potensi yang ingin kita lirik adalah potensi buah tropis yang ada di Indonesia. Kementerian Lingkungan hidup 2007 memaparkan bahwa masyarakat indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 450 jenis buah buahan. Jenis mangga manalagi, jeruk medan, nenas, kelengkeng, salak pondoh, rambutan, durian, buah naga, apel malang, anggur probolinggo dan manggis merupakan bagian dari jenis buah tropis Indonesia yang banyak diketahui oleh masyarakat umum dan banyak beredar di pasaran Indonesia dan Negara ASEAN lainnya.
     Potensi buah tropis tersebutlah yang akan menjadi salah satu bekal kita untuk menghadapi MEA di akhir tahun depan. Tujuan MEA nantinya adalah untuk menghilangkan hambatan tarif perdagangan antarnegara. Walaupun demikian, tidak secara otomatis produk pertanian atau buah tropis antarnegara bebas diperdagangkan. Ada standar kualitas dan higienitas yang menjadi acuan dan kesepakat bersama yang bisa menjadi benteng dari serbuan buah tropika lainnya yang berasal dari negara negara ASEAN lainnya. Dengan kata lain Indonesia harus siap memperhatikan bagaimana perawatan buah yang baik untuk meningkatkan kualitas buah dan mengetahu pengemasan yang baik demi menjaga higienitas dari buah tersebut. Intinya, kita punya buah tropis tersebut dan kedepan kita juga harus mengedepankan kualitas dan higienitas dari buah tropis tersebut sehingga kita bisa mengandalkannya untuk menghadapai MEA nantinya. (AES).

Tuesday 16 September 2014

Beras Diabetes Atau Beras Analog Sebagai Beras Masa Depan

     Kebanyakan warga Indonesia pastinya memakan nasi sebagai makanan pokoknya. Ketika orang indonesia sudah makan roti atau makan makanan lainnya pasti kebanyakan dari mereka belum merasakan makan jika mereka belum memakan nasi atau beras. Budaya yang sudah mendarah daging sejak dahulu memang sangat sulit dan membutuhkan usaha yang lebih untuk merubahnya dan mengarahkan budaya makan tersebut ke pola makan yang lebih sehat lagi. Sebelum kita bahas lebih lanjut lagi tentang beras, mari kita lihat dulu bagaimana data tentang beras di Indonesia.
     Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras atau nasi di Indonesia setiap tahunnya adalah 34,75 juta ton. Pastinya banyaknya konsumsi tersebut disebabkan oleh budaya makan nasi dari masyarakat Indonesia Sedari dulu. Kita ketahui nasi memiliki karbohidrat tinggi dan tentunya dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia. Kadar karbohidrat nasi yang banyak dalam tubuh ternyata cendrung menyebabkan penyakit diabetes. Beras yang kita masak dan konsumsi selama ini ternyata lebih cendrung menimbulkan diabetes apalagi kita ketahui kebanyakan dari sifat atau budaya makan kita jarang sekali memperhatikan akan kadar atau besaran karbohidrat dan protein dalam makanan kita. Beberapa kelompok atau pengiat yang selalu mengkampanyekan diabetes menyarankan untuk membatasi mengkonsumsi karbohidrat dari beras. Beras diabetes itulah sebutannya jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya apalagi kita melupakan pola kesehatan kita yang tidak teratur.
   
     Beras pemicu diabetes tersebut dapat kita siasati dengan mengonsumsi beras analog. Sebelum saya cerita lanjut, saya ingin menyampaikan singkat tentang arti beras analog tersebut. Beras analog merupakan salah satu rekayasa teknologi dalam pangan yang dapat mengubah bahan pangan bukan padi menjadi bentuk yang menyerupai beras dengan menggunakan mesin ekstruder. Bahan pangan bukan padi yang dimaksud adalah seperti jagung, singkong, ubi jalar, sorgum dan sebagainya. Bantuan rekayasa teknologi ekstruder tersebut dapat mengatur kadar karbohidrat pada beras analog tersebut. Bentuk yang menyerupai beras tersebut dapat membantu kita secara psikologis bahwa kita sudah makaan nasi, yang mana kebanyakan dari kita warga Indonesia yang selalu makan nasi dalam pola hidupnya. tentunya dengan rekayasa teknologi pangan tersebut tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarahkan dan mengubah beras analog ini sebagai beras untuk generasi masa depan.