Friday, 19 September 2014

Menghadapi MEA, Indonesia Bisa Andalkan Buah Tropika

     Indonesia dan negara negara yang tergabung dalam ASEAN lainnya tinggal menghitung bulan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA. Setiap negara akan bebas masuk ke negara kelompok ASEAN tersebut untuk melakukan perdagangan. MEA ini akan membebaskan warga negaranya yang tergabung dalam ASEAN untuk saling keluar masuk di negara ASEAN tersebut, bergabung dalam menghidupkan perdagangan dan perekonomian di negara tersebut. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, teknologi dan bahan baku yang ada di negara tergabung akan saling keluar masuk dan bebas berinteraksi untuk mewujudkan MEA tersebut. Pada akhir tahun 2015 MEA akan resmi dilaksanakan. Mau ga mau dan siap ga siap kita sebagai salah satu anggota negara yang sudah menyetujui akan perjanjian tersebut sehingga kita harus siap dan mau bersaing dengan SDM negara negara ASEAN yang akan masuk ke Indonesia.

     Disini saya akan memulai untuk mempersiapkan bekal kita bersama sebagai bangsa Indonesia untuk menghadapi MEA. Bekal yang ingin saya ingatkan kembali dan berkali-kali adalah bidang pertanian. Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Pada tulisan kali ini saya akan mengajak kita bersama untuk mengingat akan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Potensi yang ingin kita lirik adalah potensi buah tropis yang ada di Indonesia. Kementerian Lingkungan hidup 2007 memaparkan bahwa masyarakat indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 450 jenis buah buahan. Jenis mangga manalagi, jeruk medan, nenas, kelengkeng, salak pondoh, rambutan, durian, buah naga, apel malang, anggur probolinggo dan manggis merupakan bagian dari jenis buah tropis Indonesia yang banyak diketahui oleh masyarakat umum dan banyak beredar di pasaran Indonesia dan Negara ASEAN lainnya.
     Potensi buah tropis tersebutlah yang akan menjadi salah satu bekal kita untuk menghadapi MEA di akhir tahun depan. Tujuan MEA nantinya adalah untuk menghilangkan hambatan tarif perdagangan antarnegara. Walaupun demikian, tidak secara otomatis produk pertanian atau buah tropis antarnegara bebas diperdagangkan. Ada standar kualitas dan higienitas yang menjadi acuan dan kesepakat bersama yang bisa menjadi benteng dari serbuan buah tropika lainnya yang berasal dari negara negara ASEAN lainnya. Dengan kata lain Indonesia harus siap memperhatikan bagaimana perawatan buah yang baik untuk meningkatkan kualitas buah dan mengetahu pengemasan yang baik demi menjaga higienitas dari buah tersebut. Intinya, kita punya buah tropis tersebut dan kedepan kita juga harus mengedepankan kualitas dan higienitas dari buah tropis tersebut sehingga kita bisa mengandalkannya untuk menghadapai MEA nantinya. (AES).

Tuesday, 16 September 2014

Beras Diabetes Atau Beras Analog Sebagai Beras Masa Depan

     Kebanyakan warga Indonesia pastinya memakan nasi sebagai makanan pokoknya. Ketika orang indonesia sudah makan roti atau makan makanan lainnya pasti kebanyakan dari mereka belum merasakan makan jika mereka belum memakan nasi atau beras. Budaya yang sudah mendarah daging sejak dahulu memang sangat sulit dan membutuhkan usaha yang lebih untuk merubahnya dan mengarahkan budaya makan tersebut ke pola makan yang lebih sehat lagi. Sebelum kita bahas lebih lanjut lagi tentang beras, mari kita lihat dulu bagaimana data tentang beras di Indonesia.
     Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras atau nasi di Indonesia setiap tahunnya adalah 34,75 juta ton. Pastinya banyaknya konsumsi tersebut disebabkan oleh budaya makan nasi dari masyarakat Indonesia Sedari dulu. Kita ketahui nasi memiliki karbohidrat tinggi dan tentunya dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia. Kadar karbohidrat nasi yang banyak dalam tubuh ternyata cendrung menyebabkan penyakit diabetes. Beras yang kita masak dan konsumsi selama ini ternyata lebih cendrung menimbulkan diabetes apalagi kita ketahui kebanyakan dari sifat atau budaya makan kita jarang sekali memperhatikan akan kadar atau besaran karbohidrat dan protein dalam makanan kita. Beberapa kelompok atau pengiat yang selalu mengkampanyekan diabetes menyarankan untuk membatasi mengkonsumsi karbohidrat dari beras. Beras diabetes itulah sebutannya jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya apalagi kita melupakan pola kesehatan kita yang tidak teratur.
   
     Beras pemicu diabetes tersebut dapat kita siasati dengan mengonsumsi beras analog. Sebelum saya cerita lanjut, saya ingin menyampaikan singkat tentang arti beras analog tersebut. Beras analog merupakan salah satu rekayasa teknologi dalam pangan yang dapat mengubah bahan pangan bukan padi menjadi bentuk yang menyerupai beras dengan menggunakan mesin ekstruder. Bahan pangan bukan padi yang dimaksud adalah seperti jagung, singkong, ubi jalar, sorgum dan sebagainya. Bantuan rekayasa teknologi ekstruder tersebut dapat mengatur kadar karbohidrat pada beras analog tersebut. Bentuk yang menyerupai beras tersebut dapat membantu kita secara psikologis bahwa kita sudah makaan nasi, yang mana kebanyakan dari kita warga Indonesia yang selalu makan nasi dalam pola hidupnya. tentunya dengan rekayasa teknologi pangan tersebut tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarahkan dan mengubah beras analog ini sebagai beras untuk generasi masa depan.

Friday, 12 September 2014

Menuju Kedaulatan Pangan, Asuransi Pertanian Harus Kokoh.

     Asuransi saat ini sedang mengalami trend positif di kalangan masyarakat Indonesia. Asuransi yang sedang banyak beredar ditengah masyarakat saat ini adalah asuransi kesehatan, pendidikan, biro perjalan, hari tua, kematian dan masih banyak rincian jenis asuransi lainnya. Berbagai penawaran service asuransi tersebut tentunya menjadi komoditi tersendiri bagi para agen dan pemiliki perusahaan asuransi. Namun perkembangan asuransi tersebut hanya populer dikalangan masyarakat menengah ke atas sementara masyarakat golongan menangah ke bawah belum mementingkan adanya asuransi tersebut. Tentunya hal ini harus ditanggapi serius oleh pemerintah dan dilakukan kerja keras bersama untuk kembali mengingatkan akan pentingnya asuransi sebagai penjaminan atau perlindungan terhadap kesehatan atau bisnis kita. Kali ini saya ingin mencoba memposisikan sistem asuransi tersebut bukan kearah kesehatan maupun pendidikan, melainkan ke bidang pertanian. Sistem asuransi pertanian yang nantinya dapat menjamin dan melindungi petani dari kerugian akibat gagal panen. Pastinya asuransi yang kokoh dapat mewujudkan kedaulatan pangan dalam jangka menengah atau panjang, karena dengan adanya perlindungan atau jaminan oleh lembaga asuransi terhadap bidang pertanian menjadikan petani bisa selalu bercocok tanam dan bertani.


     Secara Konstitusi, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkannya tinggal bagaimana penerapan secara optimal dan merata di kalangan petani Indonesia. Kita punya Undang-Undang No. 19/2013 tentang asuransi pertanian untuk menjamin nasib seluruh petani. Sesuai UU No. 19/2013 Pasal 37 ayat (1) disebutkan pemerintah dan pemda berkewajiban melindungi usaha taani sesuai dengan kewenangannya dalam bentuk asuransi pertanian. Selain itu, dalam Pasal 37 Ayat (2) menjelaskan bahwa asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahaan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang diatur dalam Peraturan Menteri.
     Saat ini sebagai langkah awal kita, pemerintah baru memberikan asuransi itu ke petani padi. Harapan bersama, pemerintah dapat menyukseskannya bukannya hanya ke petani padi saja melainkan ke petani cabai, tomat, kentang, kol atau jenis tanaman hortikultura lainnya secara merata dan menyesuaikan sistem asuransi tersebut sesuai dengan karakter pertanian yang ada di daerah-masing masing. Walaupun negara-negara di Eropa sudah memulai sistem asuransi pertanian ini terlebih dahulu, kita Bangsa Indonesia harus tetap optimis untuk mengejar ketertinggalan tersebut demi menuju 100 Tahun Jaya Nyata NKRI dalam mewujudkan bidang pertanian yang makmur dan berdaulat. (AES). 











Monday, 8 September 2014

Bonus Demografi, Pertanian Bisa Jadi Solusinya.

   
     Bonus demografi merupakan bagian dari tantangan indonesia menuju 100 tahun jaya nyata kemerdekaan indonesia. Bonus demografi di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020-2030, dimana penduduk dengan umur produktif semakin mendominan sementara umur muda dan tua atau lanjut usia semakin kecil. Golongan umur produktif berada di antara 15-64 tahun sementara umur muda berada dibawah 15 tahun dan golongan lansia berada di umur 64 tahun keatas.  Dominansi umur produktif tersebut diperkirakan sebanyak 70% sedangkan sisanya merupakan bagian dari golongan umur muda dan golongan lansia. Fenomena bonus demografi ini dapat menimbulkan 2 dampak yang terjadi yaitu bisa menjadi pendongkrak perekonomian nasional atau bisa menjadi ancaman secara nasional apabila fenomena tersebut gagal dimanfaatkan. Disini saya akan mengupas pentingnya peran di bidang pertanian untuk menjadi salah satu solusi dalam menopang perekonomian nasional secara berkesinambungan atau sustainable. Selama ini di Indonesia memiliki sistem ekonomi dualistik. Dimana dalam rumusan ekonomi dualistik selalu mempermasalahkan antara perusahaan dan manjerial di satu sisi. serta petani tradisional di sisi lain.
    Menurut Wakil Rektor IPB dan Anggota Komite Ekonomi Nasional, Hermanto siregar dalam bisnis Indonesia (Senin,8 September 2014) bahwa ekonomi dualistik itu harus dipecahkan guna meningkatkan pendapatan petani yang berjumlah 35% dan kontribusi terhadap produk domestik bruto yang tersisa hanya 14,62%. Asumsi ini dapat diprediksikan meningkatkan kemerataan ekonomi indonesia. Apalgi kita ketahui dunia pertanian merupakan penyerap tenaga kerja paling banyak dari kegiatan pertanian dari hulu sampai hilir.Bidang pertanian sangat mendukung dan semakin berkelanjutan di Indonesia dengan alam lingkungan dan iklim indonesia yang sangat mendukung. Dominansi antara usia produktif dan banyaknya penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian diharpkan dapat benar-benar menjadi pemerataan ekonomi secar menasional. (AES).

Tuesday, 3 June 2014

Masih Sengsaranya Petani Indonesia

     Pergerakan tingkat kesejahteraan petani sepanjang 5 bulan terahir belum mengalami peningkatan atau stagnan, setelah nilai tukar petani (NTP) pada periode Mei 2014 sebesar 101,88 atau hanya naik 0,08% dari NTP bulan sebelumnya. BPS mencatat kenaikan NTP disebabkan naiknya NTP dari subsector tanaman hortikultura sebesar 0,57%, subsector tanaman perkebunan rakyat 0,11%, subsector peternakan 0,07 dan perikanan 0,02%. Dari 33 provinsi, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan sedangkan 12 provinsi lainya mengalami penurunan NTP. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Provinsi NTT sebesr 1,40%. Sementara provinsi riau mencatatkan penurunan NTP tertinggi sebesar 1,40%. Peningkatan tertinggi di NTT disebabkan kenaikan pada subsector pangan terutama jagung yang naik 2,07%.  Sementara penurunan NTP di Riau disebabkan penurunan NTP dari komoditas karet sebesr 10,09%.
     Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat juga NTP nasional di bulan agustus 2014 mencapai 102,06 yang turun dari posisi bulan juli sebesar 0,06%. NTP nasional merupakan rerata NTP tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Pada bulan agustus ini juga BPS memberikan perhatian khusus terhadap NTP Pangan yang hanya sebsar 97,78%. Besaran NTP pangan tersebut merosot sebesar 0,26% dari bulan Juli. Pada NTP bulan mei juga menunjukkan besaran NTP tanaman pangan hanya berada di bawah 100. Setelah saya lihat dan ulik-ulik kembali informasi dari BPS, ternyata NTP tanaman pangan sudah berada dibawah level 100 sejak januari 2014.


     Tentunya fenomena NTP tanaman pangan yang berada dibawah level 100 menjadi sesuatu yang serius. NTP diperoleh dengan membandingkan indeks harga produk pertanian dengan harga barang barang yang dibeli oleh petani. Secara otomatis, jika harga produk pertanian naik, maka NTP akan makin besar dan ksejahteraan petani yang lebih tinggi dan sebaliknya. Maka dengan itu NTP dapat menjadi parameter kesejahteraan petani. Dari data yang sudah disajikan oleh BPS tersebut dapat menggambarkan belum berpihaknya kesejahteraan secara merata terhadap petani Indonesia (AES). 
     
Showing posts with label PERTANIAN. Show all posts
Showing posts with label PERTANIAN. Show all posts

Friday, 19 September 2014

Menghadapi MEA, Indonesia Bisa Andalkan Buah Tropika

     Indonesia dan negara negara yang tergabung dalam ASEAN lainnya tinggal menghitung bulan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA. Setiap negara akan bebas masuk ke negara kelompok ASEAN tersebut untuk melakukan perdagangan. MEA ini akan membebaskan warga negaranya yang tergabung dalam ASEAN untuk saling keluar masuk di negara ASEAN tersebut, bergabung dalam menghidupkan perdagangan dan perekonomian di negara tersebut. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, teknologi dan bahan baku yang ada di negara tergabung akan saling keluar masuk dan bebas berinteraksi untuk mewujudkan MEA tersebut. Pada akhir tahun 2015 MEA akan resmi dilaksanakan. Mau ga mau dan siap ga siap kita sebagai salah satu anggota negara yang sudah menyetujui akan perjanjian tersebut sehingga kita harus siap dan mau bersaing dengan SDM negara negara ASEAN yang akan masuk ke Indonesia.

     Disini saya akan memulai untuk mempersiapkan bekal kita bersama sebagai bangsa Indonesia untuk menghadapi MEA. Bekal yang ingin saya ingatkan kembali dan berkali-kali adalah bidang pertanian. Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Pada tulisan kali ini saya akan mengajak kita bersama untuk mengingat akan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Potensi yang ingin kita lirik adalah potensi buah tropis yang ada di Indonesia. Kementerian Lingkungan hidup 2007 memaparkan bahwa masyarakat indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 450 jenis buah buahan. Jenis mangga manalagi, jeruk medan, nenas, kelengkeng, salak pondoh, rambutan, durian, buah naga, apel malang, anggur probolinggo dan manggis merupakan bagian dari jenis buah tropis Indonesia yang banyak diketahui oleh masyarakat umum dan banyak beredar di pasaran Indonesia dan Negara ASEAN lainnya.
     Potensi buah tropis tersebutlah yang akan menjadi salah satu bekal kita untuk menghadapi MEA di akhir tahun depan. Tujuan MEA nantinya adalah untuk menghilangkan hambatan tarif perdagangan antarnegara. Walaupun demikian, tidak secara otomatis produk pertanian atau buah tropis antarnegara bebas diperdagangkan. Ada standar kualitas dan higienitas yang menjadi acuan dan kesepakat bersama yang bisa menjadi benteng dari serbuan buah tropika lainnya yang berasal dari negara negara ASEAN lainnya. Dengan kata lain Indonesia harus siap memperhatikan bagaimana perawatan buah yang baik untuk meningkatkan kualitas buah dan mengetahu pengemasan yang baik demi menjaga higienitas dari buah tersebut. Intinya, kita punya buah tropis tersebut dan kedepan kita juga harus mengedepankan kualitas dan higienitas dari buah tropis tersebut sehingga kita bisa mengandalkannya untuk menghadapai MEA nantinya. (AES).

Tuesday, 16 September 2014

Beras Diabetes Atau Beras Analog Sebagai Beras Masa Depan

     Kebanyakan warga Indonesia pastinya memakan nasi sebagai makanan pokoknya. Ketika orang indonesia sudah makan roti atau makan makanan lainnya pasti kebanyakan dari mereka belum merasakan makan jika mereka belum memakan nasi atau beras. Budaya yang sudah mendarah daging sejak dahulu memang sangat sulit dan membutuhkan usaha yang lebih untuk merubahnya dan mengarahkan budaya makan tersebut ke pola makan yang lebih sehat lagi. Sebelum kita bahas lebih lanjut lagi tentang beras, mari kita lihat dulu bagaimana data tentang beras di Indonesia.
     Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras atau nasi di Indonesia setiap tahunnya adalah 34,75 juta ton. Pastinya banyaknya konsumsi tersebut disebabkan oleh budaya makan nasi dari masyarakat Indonesia Sedari dulu. Kita ketahui nasi memiliki karbohidrat tinggi dan tentunya dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia. Kadar karbohidrat nasi yang banyak dalam tubuh ternyata cendrung menyebabkan penyakit diabetes. Beras yang kita masak dan konsumsi selama ini ternyata lebih cendrung menimbulkan diabetes apalagi kita ketahui kebanyakan dari sifat atau budaya makan kita jarang sekali memperhatikan akan kadar atau besaran karbohidrat dan protein dalam makanan kita. Beberapa kelompok atau pengiat yang selalu mengkampanyekan diabetes menyarankan untuk membatasi mengkonsumsi karbohidrat dari beras. Beras diabetes itulah sebutannya jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya apalagi kita melupakan pola kesehatan kita yang tidak teratur.
   
     Beras pemicu diabetes tersebut dapat kita siasati dengan mengonsumsi beras analog. Sebelum saya cerita lanjut, saya ingin menyampaikan singkat tentang arti beras analog tersebut. Beras analog merupakan salah satu rekayasa teknologi dalam pangan yang dapat mengubah bahan pangan bukan padi menjadi bentuk yang menyerupai beras dengan menggunakan mesin ekstruder. Bahan pangan bukan padi yang dimaksud adalah seperti jagung, singkong, ubi jalar, sorgum dan sebagainya. Bantuan rekayasa teknologi ekstruder tersebut dapat mengatur kadar karbohidrat pada beras analog tersebut. Bentuk yang menyerupai beras tersebut dapat membantu kita secara psikologis bahwa kita sudah makaan nasi, yang mana kebanyakan dari kita warga Indonesia yang selalu makan nasi dalam pola hidupnya. tentunya dengan rekayasa teknologi pangan tersebut tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarahkan dan mengubah beras analog ini sebagai beras untuk generasi masa depan.

Friday, 12 September 2014

Menuju Kedaulatan Pangan, Asuransi Pertanian Harus Kokoh.

     Asuransi saat ini sedang mengalami trend positif di kalangan masyarakat Indonesia. Asuransi yang sedang banyak beredar ditengah masyarakat saat ini adalah asuransi kesehatan, pendidikan, biro perjalan, hari tua, kematian dan masih banyak rincian jenis asuransi lainnya. Berbagai penawaran service asuransi tersebut tentunya menjadi komoditi tersendiri bagi para agen dan pemiliki perusahaan asuransi. Namun perkembangan asuransi tersebut hanya populer dikalangan masyarakat menengah ke atas sementara masyarakat golongan menangah ke bawah belum mementingkan adanya asuransi tersebut. Tentunya hal ini harus ditanggapi serius oleh pemerintah dan dilakukan kerja keras bersama untuk kembali mengingatkan akan pentingnya asuransi sebagai penjaminan atau perlindungan terhadap kesehatan atau bisnis kita. Kali ini saya ingin mencoba memposisikan sistem asuransi tersebut bukan kearah kesehatan maupun pendidikan, melainkan ke bidang pertanian. Sistem asuransi pertanian yang nantinya dapat menjamin dan melindungi petani dari kerugian akibat gagal panen. Pastinya asuransi yang kokoh dapat mewujudkan kedaulatan pangan dalam jangka menengah atau panjang, karena dengan adanya perlindungan atau jaminan oleh lembaga asuransi terhadap bidang pertanian menjadikan petani bisa selalu bercocok tanam dan bertani.


     Secara Konstitusi, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkannya tinggal bagaimana penerapan secara optimal dan merata di kalangan petani Indonesia. Kita punya Undang-Undang No. 19/2013 tentang asuransi pertanian untuk menjamin nasib seluruh petani. Sesuai UU No. 19/2013 Pasal 37 ayat (1) disebutkan pemerintah dan pemda berkewajiban melindungi usaha taani sesuai dengan kewenangannya dalam bentuk asuransi pertanian. Selain itu, dalam Pasal 37 Ayat (2) menjelaskan bahwa asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahaan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang diatur dalam Peraturan Menteri.
     Saat ini sebagai langkah awal kita, pemerintah baru memberikan asuransi itu ke petani padi. Harapan bersama, pemerintah dapat menyukseskannya bukannya hanya ke petani padi saja melainkan ke petani cabai, tomat, kentang, kol atau jenis tanaman hortikultura lainnya secara merata dan menyesuaikan sistem asuransi tersebut sesuai dengan karakter pertanian yang ada di daerah-masing masing. Walaupun negara-negara di Eropa sudah memulai sistem asuransi pertanian ini terlebih dahulu, kita Bangsa Indonesia harus tetap optimis untuk mengejar ketertinggalan tersebut demi menuju 100 Tahun Jaya Nyata NKRI dalam mewujudkan bidang pertanian yang makmur dan berdaulat. (AES). 











Monday, 8 September 2014

Bonus Demografi, Pertanian Bisa Jadi Solusinya.

   
     Bonus demografi merupakan bagian dari tantangan indonesia menuju 100 tahun jaya nyata kemerdekaan indonesia. Bonus demografi di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020-2030, dimana penduduk dengan umur produktif semakin mendominan sementara umur muda dan tua atau lanjut usia semakin kecil. Golongan umur produktif berada di antara 15-64 tahun sementara umur muda berada dibawah 15 tahun dan golongan lansia berada di umur 64 tahun keatas.  Dominansi umur produktif tersebut diperkirakan sebanyak 70% sedangkan sisanya merupakan bagian dari golongan umur muda dan golongan lansia. Fenomena bonus demografi ini dapat menimbulkan 2 dampak yang terjadi yaitu bisa menjadi pendongkrak perekonomian nasional atau bisa menjadi ancaman secara nasional apabila fenomena tersebut gagal dimanfaatkan. Disini saya akan mengupas pentingnya peran di bidang pertanian untuk menjadi salah satu solusi dalam menopang perekonomian nasional secara berkesinambungan atau sustainable. Selama ini di Indonesia memiliki sistem ekonomi dualistik. Dimana dalam rumusan ekonomi dualistik selalu mempermasalahkan antara perusahaan dan manjerial di satu sisi. serta petani tradisional di sisi lain.
    Menurut Wakil Rektor IPB dan Anggota Komite Ekonomi Nasional, Hermanto siregar dalam bisnis Indonesia (Senin,8 September 2014) bahwa ekonomi dualistik itu harus dipecahkan guna meningkatkan pendapatan petani yang berjumlah 35% dan kontribusi terhadap produk domestik bruto yang tersisa hanya 14,62%. Asumsi ini dapat diprediksikan meningkatkan kemerataan ekonomi indonesia. Apalgi kita ketahui dunia pertanian merupakan penyerap tenaga kerja paling banyak dari kegiatan pertanian dari hulu sampai hilir.Bidang pertanian sangat mendukung dan semakin berkelanjutan di Indonesia dengan alam lingkungan dan iklim indonesia yang sangat mendukung. Dominansi antara usia produktif dan banyaknya penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian diharpkan dapat benar-benar menjadi pemerataan ekonomi secar menasional. (AES).

Tuesday, 3 June 2014

Masih Sengsaranya Petani Indonesia

     Pergerakan tingkat kesejahteraan petani sepanjang 5 bulan terahir belum mengalami peningkatan atau stagnan, setelah nilai tukar petani (NTP) pada periode Mei 2014 sebesar 101,88 atau hanya naik 0,08% dari NTP bulan sebelumnya. BPS mencatat kenaikan NTP disebabkan naiknya NTP dari subsector tanaman hortikultura sebesar 0,57%, subsector tanaman perkebunan rakyat 0,11%, subsector peternakan 0,07 dan perikanan 0,02%. Dari 33 provinsi, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan sedangkan 12 provinsi lainya mengalami penurunan NTP. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Provinsi NTT sebesr 1,40%. Sementara provinsi riau mencatatkan penurunan NTP tertinggi sebesar 1,40%. Peningkatan tertinggi di NTT disebabkan kenaikan pada subsector pangan terutama jagung yang naik 2,07%.  Sementara penurunan NTP di Riau disebabkan penurunan NTP dari komoditas karet sebesr 10,09%.
     Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat juga NTP nasional di bulan agustus 2014 mencapai 102,06 yang turun dari posisi bulan juli sebesar 0,06%. NTP nasional merupakan rerata NTP tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Pada bulan agustus ini juga BPS memberikan perhatian khusus terhadap NTP Pangan yang hanya sebsar 97,78%. Besaran NTP pangan tersebut merosot sebesar 0,26% dari bulan Juli. Pada NTP bulan mei juga menunjukkan besaran NTP tanaman pangan hanya berada di bawah 100. Setelah saya lihat dan ulik-ulik kembali informasi dari BPS, ternyata NTP tanaman pangan sudah berada dibawah level 100 sejak januari 2014.


     Tentunya fenomena NTP tanaman pangan yang berada dibawah level 100 menjadi sesuatu yang serius. NTP diperoleh dengan membandingkan indeks harga produk pertanian dengan harga barang barang yang dibeli oleh petani. Secara otomatis, jika harga produk pertanian naik, maka NTP akan makin besar dan ksejahteraan petani yang lebih tinggi dan sebaliknya. Maka dengan itu NTP dapat menjadi parameter kesejahteraan petani. Dari data yang sudah disajikan oleh BPS tersebut dapat menggambarkan belum berpihaknya kesejahteraan secara merata terhadap petani Indonesia (AES).