Wednesday 15 October 2014

Ekonomi Hijau Demi Bumi Yang Letari

Direktur Environmental Protection Agency, AS, dalam "Business Week" pada 18 juni 1990 pernah mengatakan; Nature provides a free lunch, but only if we control our appetites yang artinya Alam menyediakan segala kebutuhan secara gratis asal kita bisa mengontrol nafsu kita. Ungkapan Ruckkelshaus pada saat itu merupakan manifestasi kesadaran bahwa manusia merusak lingkungan. Pola hidup masyaraakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Hampir 20 tahun lalu penduduk dunia telah meningkat tiga kali lipat dari awal abad ke-20. Saat itu produk domestik bruto dunia meningkat 21 kali, konsumsi bahan bakar fosil meningkat 30 kali, dan produksi industri meningkat 50 kali. Tetapi, terjadi ketidakmerataan karena rata-rata pendapaatan 1 Miliar penduduk negara kaya 20 kali lebih tinggi dari lebih 3 Miliar penduduk negara miskin kala itu. Dari kegiatan ekonomi tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Lingkungan yang rusak tersebut mempengaruhi iklim yang tentunya akan menimbulkan bencana alam seperti; kekeringan, banjir dan tanah longsor.

Sumber (http://akowawa.blogspot.com/2012/06/5-juni-hari-lingkungan-hidup-sedunia.html)
Dalam fenomena inilah paradigma ekonomi hijau muncul. Paradigma tersebut juga merupakan bagian dari manifestasi konsep pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau merupakan bagian dari pembangunan yang berbasis efisiensi penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dengan mengedepankan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar dan lingkungan lestari. Paradigma ekonomi hijau tersebut merupakan paradigma yang merevolusi proses pembangunan sekaligus menuntut perubahan gaya hidup yang seimbang terhadap lingkungan dan bumi. Implementasi prinsip ekonomi hijau membutuhkan kreativitas, pengetahuan, kesadaran dan kesertaan masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan penegakan prinsip ekologi yang berjalan seiring dengan transformasi sosial dan kehidupan ekonomi. (AES)

0 comments:

Post a Comment

Wednesday 15 October 2014

Ekonomi Hijau Demi Bumi Yang Letari

Direktur Environmental Protection Agency, AS, dalam "Business Week" pada 18 juni 1990 pernah mengatakan; Nature provides a free lunch, but only if we control our appetites yang artinya Alam menyediakan segala kebutuhan secara gratis asal kita bisa mengontrol nafsu kita. Ungkapan Ruckkelshaus pada saat itu merupakan manifestasi kesadaran bahwa manusia merusak lingkungan. Pola hidup masyaraakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Hampir 20 tahun lalu penduduk dunia telah meningkat tiga kali lipat dari awal abad ke-20. Saat itu produk domestik bruto dunia meningkat 21 kali, konsumsi bahan bakar fosil meningkat 30 kali, dan produksi industri meningkat 50 kali. Tetapi, terjadi ketidakmerataan karena rata-rata pendapaatan 1 Miliar penduduk negara kaya 20 kali lebih tinggi dari lebih 3 Miliar penduduk negara miskin kala itu. Dari kegiatan ekonomi tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Lingkungan yang rusak tersebut mempengaruhi iklim yang tentunya akan menimbulkan bencana alam seperti; kekeringan, banjir dan tanah longsor.

Sumber (http://akowawa.blogspot.com/2012/06/5-juni-hari-lingkungan-hidup-sedunia.html)
Dalam fenomena inilah paradigma ekonomi hijau muncul. Paradigma tersebut juga merupakan bagian dari manifestasi konsep pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau merupakan bagian dari pembangunan yang berbasis efisiensi penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dengan mengedepankan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar dan lingkungan lestari. Paradigma ekonomi hijau tersebut merupakan paradigma yang merevolusi proses pembangunan sekaligus menuntut perubahan gaya hidup yang seimbang terhadap lingkungan dan bumi. Implementasi prinsip ekonomi hijau membutuhkan kreativitas, pengetahuan, kesadaran dan kesertaan masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan penegakan prinsip ekologi yang berjalan seiring dengan transformasi sosial dan kehidupan ekonomi. (AES)

0 comments:

Post a Comment