Tuesday, 3 June 2014

Masih Sengsaranya Petani Indonesia

     Pergerakan tingkat kesejahteraan petani sepanjang 5 bulan terahir belum mengalami peningkatan atau stagnan, setelah nilai tukar petani (NTP) pada periode Mei 2014 sebesar 101,88 atau hanya naik 0,08% dari NTP bulan sebelumnya. BPS mencatat kenaikan NTP disebabkan naiknya NTP dari subsector tanaman hortikultura sebesar 0,57%, subsector tanaman perkebunan rakyat 0,11%, subsector peternakan 0,07 dan perikanan 0,02%. Dari 33 provinsi, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan sedangkan 12 provinsi lainya mengalami penurunan NTP. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Provinsi NTT sebesr 1,40%. Sementara provinsi riau mencatatkan penurunan NTP tertinggi sebesar 1,40%. Peningkatan tertinggi di NTT disebabkan kenaikan pada subsector pangan terutama jagung yang naik 2,07%.  Sementara penurunan NTP di Riau disebabkan penurunan NTP dari komoditas karet sebesr 10,09%.
     Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat juga NTP nasional di bulan agustus 2014 mencapai 102,06 yang turun dari posisi bulan juli sebesar 0,06%. NTP nasional merupakan rerata NTP tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Pada bulan agustus ini juga BPS memberikan perhatian khusus terhadap NTP Pangan yang hanya sebsar 97,78%. Besaran NTP pangan tersebut merosot sebesar 0,26% dari bulan Juli. Pada NTP bulan mei juga menunjukkan besaran NTP tanaman pangan hanya berada di bawah 100. Setelah saya lihat dan ulik-ulik kembali informasi dari BPS, ternyata NTP tanaman pangan sudah berada dibawah level 100 sejak januari 2014.


     Tentunya fenomena NTP tanaman pangan yang berada dibawah level 100 menjadi sesuatu yang serius. NTP diperoleh dengan membandingkan indeks harga produk pertanian dengan harga barang barang yang dibeli oleh petani. Secara otomatis, jika harga produk pertanian naik, maka NTP akan makin besar dan ksejahteraan petani yang lebih tinggi dan sebaliknya. Maka dengan itu NTP dapat menjadi parameter kesejahteraan petani. Dari data yang sudah disajikan oleh BPS tersebut dapat menggambarkan belum berpihaknya kesejahteraan secara merata terhadap petani Indonesia (AES). 
     

0 comments:

Post a Comment

Tuesday, 3 June 2014

Masih Sengsaranya Petani Indonesia

     Pergerakan tingkat kesejahteraan petani sepanjang 5 bulan terahir belum mengalami peningkatan atau stagnan, setelah nilai tukar petani (NTP) pada periode Mei 2014 sebesar 101,88 atau hanya naik 0,08% dari NTP bulan sebelumnya. BPS mencatat kenaikan NTP disebabkan naiknya NTP dari subsector tanaman hortikultura sebesar 0,57%, subsector tanaman perkebunan rakyat 0,11%, subsector peternakan 0,07 dan perikanan 0,02%. Dari 33 provinsi, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan sedangkan 12 provinsi lainya mengalami penurunan NTP. Peningkatan NTP tertinggi terjadi di Provinsi NTT sebesr 1,40%. Sementara provinsi riau mencatatkan penurunan NTP tertinggi sebesar 1,40%. Peningkatan tertinggi di NTT disebabkan kenaikan pada subsector pangan terutama jagung yang naik 2,07%.  Sementara penurunan NTP di Riau disebabkan penurunan NTP dari komoditas karet sebesr 10,09%.
     Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat juga NTP nasional di bulan agustus 2014 mencapai 102,06 yang turun dari posisi bulan juli sebesar 0,06%. NTP nasional merupakan rerata NTP tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Pada bulan agustus ini juga BPS memberikan perhatian khusus terhadap NTP Pangan yang hanya sebsar 97,78%. Besaran NTP pangan tersebut merosot sebesar 0,26% dari bulan Juli. Pada NTP bulan mei juga menunjukkan besaran NTP tanaman pangan hanya berada di bawah 100. Setelah saya lihat dan ulik-ulik kembali informasi dari BPS, ternyata NTP tanaman pangan sudah berada dibawah level 100 sejak januari 2014.


     Tentunya fenomena NTP tanaman pangan yang berada dibawah level 100 menjadi sesuatu yang serius. NTP diperoleh dengan membandingkan indeks harga produk pertanian dengan harga barang barang yang dibeli oleh petani. Secara otomatis, jika harga produk pertanian naik, maka NTP akan makin besar dan ksejahteraan petani yang lebih tinggi dan sebaliknya. Maka dengan itu NTP dapat menjadi parameter kesejahteraan petani. Dari data yang sudah disajikan oleh BPS tersebut dapat menggambarkan belum berpihaknya kesejahteraan secara merata terhadap petani Indonesia (AES). 
     

0 comments:

Post a Comment